Minggu, 09 November 2014

Si Kotak-Kotak




Siapa yang tidak mengenal gambar di atas? Benda tersebut bermotif kotak-kotak dan berwarna cerah. Yap, itu adalah sarung. Sarung yang identik dengan orang Indonesia yang hendak melaksanakan sholat ini ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Sebagai anak bangsa, adalah suatu hal yang sangat baik apabila kita mengetahui hal-hal yang sederhana namun bermakna ini. Sebelum kita melihat sejarahnya, mari kita mengenal terlebih dahulu apa itu sarung.

Menurut catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah. Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma’awis. Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa.

Sarung pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 14, dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Dalam perkembangan berikutnya, sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. Percampuran budaya sepanjang pesisir Indonesia membuat corak sarung lebih bervariasi. Desain Islam, Jawa, China dan Indo-Eropa melebur. Sehingga, sarung pesisir mempunyai warna, motif, dan pola yang lebih bebas.

Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya barat yang dibawa para penjajah. Para santri di zaman kolonial Belanda menggunakan sarung sebagai simbol perlawanan terhadap budaya Barat yang dibawa kaum penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung.

Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang Muslim Nusantara yakni KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang tokoh sentral di Nahdhatul Ulama (NU). Suatu ketika, Abdul Wahab pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk berpakaian lengkap dengan jas dan dasi. Namun, saat menghadiri upacara kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Padahal biasanya orang mengenakan jas dilengkapi dengan celana panjang.

Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap konsisten menggunakan sarung sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya  di hadapan para penjajah.

Sarung pada umumnya bermotif geometris atau garis-garis yang saling melintang, baik vertikal maupun horizontal. Sementara, sarung untuk pakaian daerah memiliki motif yang lebih beraneka ragam, misal batik. Motif sarung batik misalnya, memiliki motif bunga atau dedaunan, dengan berbagai warna-warna alami. Sementara, Sarung Tapis bermotif alam, flora dan fauna ditenun dengan menggunakan benang emas dan benang perak. 

Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung dianggap tidak pantas  dipakai ke masjid maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di Mesir, sarung berfungsi sebagai   baju tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.

Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika  sebagian masyarakat Indonesia  sering mengenakan sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, begitu pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat. Selain itu sarung juga sering dipakai di upacara pernikahan, khususnya untuk orang betawi.

Di MAN Insan Cendekia Serpong, selain digunakan untuk sholat, sarung juga digunakan oleh para ikhwan untuk melakukan aktivitas yang lainnya. Misalnya ketika hendak berkumpul dengan teman-temannya, latihan musik di studio, sampai bermain sepak bola dan basket juga memakai sarung. Sarung tersebut menunjukkan kesederhanaan orang yang memakainya. Selain itu sarung juga sering dipakai oleh bapak-bapak untuk sekadar bersantai di rumah. Terutama orang-orang betawi, mereka sering menggunakan sarung ke mana pun mereka pergi.

Sarung yang bermotif kotak-kotak juga memiliki nilai filosofis yang tinggi. Nilai filosofis motif sarung kotak-kotak mengartikan, setiap melangkah baik ke kanan, kiri, atas atau pun bawah, akan ada konsekuensinya. Lihat gradasi bermotif papan catur seperti sarung bali. Saat kita berada di titik putih, melangkah ke manapun, perbedaan menghadang. Sedangkan cara amannya adalah melangkah secara gontai ke arah diagonal. Dampaknya, bukannya maju ke depan malahan menjauhi target. Jadi orang yang berani menghadang cobaan adalah orang yang akan cepat menuai harapannya.

Minggu, 02 November 2014

Pulau Wetar

Indonesia memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah. Ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke menyimpan banyak sumber daya alam, dimulai dari keanekaragaman hayatinya, sampai hasil tambangnya yang begitu melimpah. Lautan yang membentang luas juga menyimpan jutaan manfaat bagi manusia, dimulai dari keanekaragaman biota lautnya, keindahan terumbu karang, sampai kekayaan minyak bumi yang kita miliki.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas tentang sebuah pulau yang jarang dikunjungi dan dipublikasikan, namun memiliki begitu banyak harta yang ada di dalamnya, yaitu Pulau Wetar. Pulau Wetar yang terletak di Laut Banda merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Meskipun letaknya cukup terluar, namun bukan berarti kecantikannya pun tidak terdeteksi. Pulau Wetar merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Perjalanan ke pulau ini dapat diakses dari tiga arah, yaitu Barat dari kota Kupang, Utara dari Kota Ambon, dan Timur melalui Saumlaki dan pulau-pulau kecil diantara Pulau Tanimbar dan Pulau Wetar.

Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 6.896 jiwa dan tersebar di 23 desa yang ada di pulau ini. Kondisi sosial dan ekonomi warga masih miskin dan terbelakang karena daerah ini merupakan daerah terisolir. Di Pulai ini warganya bermata pencaharian sebagai nelayan dan juga sebagian ada yang menjadi petani. Untuk pemeluk agamanya ada Islam dan Nasrani. Sarana pendidikan yang ada di pulau ini masih tergolong minim, dengan jumlah 21 Sekolah Dasar 3 Sekolah Menengah Pertama, dan cuma memiliki 1 Sekolah Menengah Atas. Di pulau ini hanya terdapat 1 unit Puskesmas untuk melayani permasalahan kesehatan..

Pulau Wetar merupakan pulau yang dapat dijadikan pegangan bagi investor di bidang perikanan dan pariwisata maritim antara lain usaha perikanan tangkap, usaha budidaya laut, konservasi sumberdaya hayati pesisir dan laut, pariwisata bahari serta pengembangan bioteknologi kelautan. Untuk Vegetasi yang ada di pulai wetar adalah tumbuhan mangrove yang dapat ditemui di pesisir Pulau Wetar sebanyak 15 spesies yang tergolong dalam 15 genera dan 12 famili. Potensi wisata yang ada dipulai ini meliputi 18 objek wisata, dan beberapa objek wisata yang terkenala adalah Pantai Eden, Sungai Telate Ay, Wisata Pantai, Pulau Redong, Sungai Saray, Danau Tihu, dan Sungai Sakhir. Panorama alam Pulau Wentar juga memiliki potensi ekowisata yang dapat di andalkan, terutama di 9 (sembilan) desa. Pulau Wetar juga menyimpan potensi kima sebagai sumberdaya pesisir dan laut yang dilindungi, sehingga konservasi terhadap spesies kima yang terdapat di pulau ini pun menjadi penting.

Pulau ini juga menyimpan berbagai misteri. hal ini dirasakan oleh tim Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS) ketika tiba di Pulau Wetar, Maluku Barat Daya, Rabu, 12 Juni 2013. Tidak ada penyambutan yang dilakukan masyarakat Wetar seperti yang dilakukan masyarakat di pulau lainnya ketika tim SBKS berkunjung. Ketika tim SBKS berjalan dari Pelabuhan Wetar ke lokasi kegiatan di gedung SD Desa Ilwaki, yang berjarak sekitar sekitar 6 Km. Tidak ada bendera merah putih yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia berkibar. Di gedung pemerintahan seperti kantor Puskesmas juga tidak terlihat ada bendera Indonesia yang bertengger membuktikan kecintaan terhadap bumi pertiwi.


Ketika menemui masyarakat yang tinggal di pulau tersebut pun, maka yang didapat justru cerita mistis dan misteri. Jika ada yang melanggar atau tidak percaya akan keberadaan buaya yang panjangnya mencapai 5 meter maka akan meninggal secara misterius. Bahkan, diceritakan pernah ada satu kompi tentara TNI yang terbunuh secara misterius ketika hendak membunuh buaya. Diceritakan pula buaya yang menghuni sungai-sungai di Pulau Wetar memiliki kelainan di bagian kakinya.

Selain itu diceritakan juga tentang adanya suku terasing yang bertubuh kerdil. Tentang mitos ini memang belum bisa dibuktikan, karena selama tim SBKS berada di Pulau Wetar ini tidak menemukan hal-hal yang bersifat misteri dan menyeramkan.


Memang ada pohon kelapa yang bertuliskan 'sisa' yang artinya telah didoakan oleh pendeta agar tidak digunakan atau dimanfaatkan untuk dimakan. Ada pantangan yang telah disepakati jika memakan buah kelapa yang bertuliskan sisa akan menerima malapetaka. 

Ketika mereka ditanya, ternyata mereka lebih bangga terhadap Timor Leste dibandingkan dengan Indonesia. Ini harus dijadikan pelajaran oleh bangsa kita, terutama oleh pemerintah pusat agar lebih memperhatikan setiap pulau yang ada di Indonesia, khususnya yang jauh dari daerah perkotaan. 

Terlepas dari banyaknya mitos yang ada di pulau tersebut, keindahan pulau ini tidak dapat dipungkiri adanya. Kita sebagai bangsa Indonesia hendaknya mengetahui setiap seluk beluk bangsa ini. Mungkin memang mustahil untuk mengetahui itu semua, namun sebagai insan yang baik, alangkah baiknya kita untuk terus berusaha mengenal lebih dalam mengenai bangsa ini. Salah satu caranya adalah dengan travelling. Ada banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan ketika kita sedang travelling dan pelajaran tersebut menjadi sangat berharga karena tidak bisa kita dapatkan di tempat lain. Allah pun berfirman dalam surat Az-Zukhruf ayat 12-13 yang artinya "Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya".



Sumber :